Saturday, June 21, 2008

Semut, Laba-laba & Lebah



(by Aji)

Pernahkah kita memperhatikan tiga binatang kecil yaitu "semut, laba
laba dan lebah " ? Mungkin kita sependapat bahwa diantara ketiganya
semut lah yang paling rajin menghimpun makanan. Ia menghabiskan
waktu waktunya hanya untuk mengumpulkan makanan, sedikit demi
sedikit tanpa henti hentinya, terkesan sekilas sebagai mahluk rajin
Semut cenderung menghimpun makanan untuk persediaan, terkesan juga
ia rajin menabung !, walaupun pada kenyataannya usianya sendiri
tidak akan lebih dari masa waktu persediaan makanan yang
dihimpunnya. Namun "ketamakannya" sedemikan besar sehingga tak
jarang kita lihat semut yang berusaha dan sanggup memikul, membawa
sesuatu jenis makanannya yang mana ukurannya jauh lebih besar dari
ukuran badannya., walaupun belum tentu jenis bawaannya itu berguna
bagi dirinya, jadi asal bawa saja !

Lain halnya dengan laba laba, dengan profile yang menyeramkan dan
sarangnya atau rumahnya jelas bukan tempat yang aman bagi mahluk
lain, walaupun terlihat sarang laba laba itu indah dengan jalinan
yang simetri dan teratur juga umumnya sarang atau rumah laba laba
itu kebanyakan ditempatkan olehnya ditempat yang teduh .Pada
kenyataannya rumah atau sarang laba laba sangat rapuh ! Juga
sipenghuninya terkesan sebagai mahluk sabar, yaitu menunggu "tamu"
yang mampir kesarangnya. Apapun yang mampir atau singgah pada
sarangnya pasti akan disergapnya dan pasti mati. Kekejamannya itu
tidak sampai hanya sebatas itu, yakni jantannya selepas berhubungan
sex selalu dibunuh oleh betinanya.

Bagaimana dengan lebah ?, lebah sangat disiplin dan mengenal
pembagian kerja yang sangat baik, rumahnya atau sarangnya dibangun
dan ditata dengan baik yakni bersegi enam dan terbukti lebih kuat
dibandingkan dengan segi empat atau segi lima, juga sarangnya selalu
terjaga dari dari bahan bahan atau benda benda yang tidak berguna,
Kemudian yang dimakannyapun adalah dari sari bunga yang diolahnya
kemudian jadi madu dan lilin yang mana sangat bermanfat bagi
manusia. Ia hanya hinggap pada sari bunga dan memberi manfaat dan
menolong agar perkawinan putik dan sari bunga terjadi sehingga akan
menambah keasrian tanaman. Lebah tidak akan mengganggu bila tidak
diganggu, sengatnya hanya dipergunakan bila ia merasa terancam,
bahkan ternyata sengatannyapun dapat menjadi obat bagi penyakit
tertentu.

Pada kenyataannya sikap hidup manusia seringkali diibaratkan dengan
semut, laba laba atau lebah. Manusia berbudaya semut,senang
menghimpun dan menumpuk sesuatu berlebihan dan seringkali melewati
batas kenikmatannya, ia menggali ilmu tetapi tidak mengolahnya lebih
lanjut sehingga jiwanya tetap kering tidak berfaedah bagi
lingkungannya, ia menumpuk harta tanpa mengerti makna harta itu
sendiri, sehingga ia tetap saja seolah olah fakir, "aji mumpung"
adalah cara berpikirnya !
Manusia berbudaya laba laba tidak lagi butuh berpikir apa, dimana
dan kapan ia makan, tetapi yang ia pikirkan adalah "siapa hari ini
yang akan ia makan !" dan "apapun jenis makanan ia makan !".
Bangunan mental spritualnya lemah !, mudah hancur oleh tantangan
kehidupan dan oleh gangguan duniawi!

Sedangkan manusia yang berbudaya lebah jelas tidak akan mengganggu,
apalagi merusak, tidak akan sembarangan makan, makanannya sangat
tertentu dan baik "halalan tayiban", tidak pula menghasilkan sesuatu
yang sia sia selalu bermanfaat bagi sekelilingnya dimana dia berada,
dia tidak akan mampir atau singgah ditempat yang kotor dan maksiat
serta dia tidak akan menyebabkan kerusakan, keonaran, permusuhan
dimanapun dia bertempat tinggal atau singgah. Bangunan arsitektur
jiwa manusia yang benar adalah terdiri dari enam fundamen ,bagaikan
lubang pintu sarang lebah yang bersegi enam, yakni manusia yang
selalu mengamalkan secara konsekwen "6 Rukun Iman". Muhammad
Rasulullah SAW, pernah beramanat bahwa seorang "mukmin" itu hedaknya
seperti lebah. Bukankah dalam Alquran terdapat surat An Naml
(semut), An Nahl (lebah) dan Al Ankabuut (laba laba) ?




Mujahiddah



Beberapa hari lalu saya chatting dengan seorang rekan dari tanah sebrang. Ia seorang aktivis sosial seperti saya. Kami diskusi mulai dari kerjaan sampai keluarga, dari mimpi-mimpi yang kita dulu sampai kasus Muchdi PR. Yang paling panjang dibahas adalah posisi 'aktivis wanita', yang katanya sempet jadi bahan diskusi panjang dilingkungan kerjanya.

Masalahnya adalah: ketika sudah menikah dan memiliki putra, rekannya cenderung agak sulit bergerak bebas. Sementara pekerjaan yang mereka geluti itu gak pernah berhenti. Belakangan ini mereka agak keteteran. Serba salah, satu sisi potensi dan skill-nya masih belum selesai ditransfer, sementara cute little baby dan 'cute little baby's father' juga perlu 'pendampingan'.

Butuh waktu yang lama sebelum bisa menguraikan pandangan saya.

Saya kemudian mencoba mengajak dia kembali ke konsepsi awal. Bangunan Islam itu berdiri dengan masyarakat sebagai pijakannya. Masyarakat sendiri akarnya ada di keluarga. Jadi keluarga adalah pondasi Islam. Sedemikian strategis peranan keluarga, hingga Islam mengizinkan hukuman 'paling sadis' dalam sejarah manusia: rajam bagi penzina. Semua karena zina benar-benar tidak menyisakan apapun bagi keluarga kecuali kehancuran.

Dalam keluarga, peran ayah dan ibu berbeda. Ayah sebagai penopang keluarga, ibu sebagai pembentuk karakter terutama anak pada usia -0.5 tahun s/d 13-an tahun. Saya jelaskan bahwa saya pernah membaca jurnal penelitian psikologi yang menyebutkan karakter dan kecerdasan (sosial, intelektual dlsb) seseorang pada masa-masa golden age, 45 thn-an,  sangat dipengaruhi input yang diterima dari usia 0 - 10 tahun. Luar biasanya, pada usia 0-10 tahun itu, ternyata peran ibu sangat-sangat-sangat-sangat dominan.

Peran wanita (memang) krusial dalam Islam. Jadi adalah dipahami mengapa Islam 'cenderung' mendorong wanita untuk 'stay home for certain period'. Itu tidak ada hubungan dengan penghormatan pada wanita, pada kesetaraan gender, pada kesempatan yang sama. Tapi dorongan itu untuk pemenuhan fungsi yang tidak mungkin dimainkan oleh laki-laki secara sempurna.

Bagaimana dengan wanita yang berkarier, termasuk rekan aktivis tersebut? Menurut saya pribadi, itulah keunggulan wanita. Selain karena alasan ekonomi, mereka memahami bahwa ada potensi lain yang Allah titipkan yang dapat bermanfaat bila 'dibagikan' kepada masyarakatnya. Pada sisi pandang ini, wanita mengerjakan peran ekstra bersama pria untuk menunaikan perintah Allah: mewujudkan bangunan Islam. Sungguh mereka membagi potensi mereka untuk dua peran: pembentuk karakter dan kecerdasan dan penggiat dakwah.

Bila saya dalam posisi yang bisa menentukan, saya akan memilih mendorong wanita untuk segera mendampingi generasi penerus dan membebankan sisa tugas yang tersisa pada rekan pria lainnya, termasuk saya. Pun dalam posisi itu, dia akan tetap menerima haknya secara penuh. Soal kemudian sang ayah juga merasakan 'manfaat pendampingan' tersebut, itu adalah rejekinya.

Ini tidak ada hubungannya dengan profesionalisme. Dengan berlaku demikian, mereka tetaplah seorang profesional. Kita sedang berjuang, dan mereka pada waktu tertentu lebih dibutuhkan ditempat lain. Soal setumpuk pekerjaan yang kemudian tersisa, tenang saja, Allah ada disamping kita. Maksudnya bila kita ikhlas dan bersungguh-sungguh, akan ada jalannya.

Saya pikir tidak akan ada gunanya ketika kita berhasil mendirikan benteng yang sangat kuat dan indah, tapi kemudian kita menemukan generasi penerus kita, mereka yang akan memanfaatkan bangunan itu, justru tidak memiliki karakter yang diperlukan untuk berjuang.

Rekan saya nampaknya memahami sisi pandang saya.

Ketika bertanya bagaimana meyakinkan 'boss' dan rekan-rekannya soal itu, jawab saya semua itu adalah proses. Yang diperlukan adalah contoh. Kita bisa istiqamah dengan pandangan itu dan istiqamah membantu pekerjaannya yang tidak selesai agar semua yakin bahwa pendekatan itu memang bisa dilakukan.

Bagaimana dengan keluarga para pria, anak-anaknya? Saya pikir kita cuma harus nambah 1-2 jam saja dari aktivitas kita. Lagi pula Allah bukanlah manusia yang berfikir parsial. Ia akan mendidik keluarga kita pada saat kita bersungguh-sungguh membela agamaNya, Ia sudah mempersiapkan semuanya untuk kita, utuh dan lengkap.

Terakhir karena sudah mulai pagi, saya mengajak dia untuk mulai mendidik diri kami, saya dan dia, untuk melepas kepulangan mujahiddah kami dengan senyum dan perasaan bangga. Mulai mendidik pikiran kami bahwa setibanya dirumah, mujahiddah kami tidaklah beristirahat. Ia sedang berjuang dimedan pertempuran yang lain, perjuangan yang Allah titipkan khusus kepada kaumnya saja, termasuk istri-istri kami.

Batam, Juni 2008


Saturday, June 14, 2008

A New Hope



B2-1B adalah identifikasi resminya. Tapi 'Baby’ adalah nama panggilan kami untuk anak kambing yang lahir di BTS Tanjung Piayu Laut satu bulanan lalu.

Untuk urusan fisik, ia sama lucunya dengan anak-anak hewan piaraan yang lain. Raut muka, tindak tanduk dan loncatan-loncatannya benar-benar sebuah hiburan tersendiri. Tapi untuk kami di DSNI, ia juga representasi dari harapan akan bergulirnya program pemberdayaan masyarakat yang kami gagas.

Budidaya Ternak Sehat (BTS) adalah program pengembang biakan hewan ternak oleh individu maupun kelompok masyarakat diwilayah binaan DSNI Amanah. Program ini dilakukan dengan pendekatan bagi paron, bagi hasil. Anak ganjil milik peternak, anak genap milik kami.

Saat ini kami baru menyebar 6 ekor untuk pemberdayaan individu di Dusun Air Saga, Desa Pulau Abang, Kecamatan Galang, Batam. Selain itu juga ada 6 ekor lagi yang disebar untuk pemberdayaan kelompok di Tanjung Piayu Laut, Batam.

Sementara ini, kami juga tengah menyiapkan kandang untuk 100 ekor yang dijadikan bibit. Kandang ini akan menjadi sentral produksi dan distribusi untuk pemberdayaan diatas. Terletak ditanah seluas kurang lebih 3 hektar, kandang dilengkapi dengan aula, tempat menginap, kebun palawija dan kolam ikan. Bila selesai dikembangkan, kandang ini akan dijadikan lokasi wisata yang dilengkapi dengan jungle track dan aneka permainan outbond.

Kehadiran ‘Baby’ seakan menjadi penyejuk setelah didera penyakit dan kematian beruntun hewan-hewan yang kami sebar dilokasi pemberdayaan. Ada semangat baru, dorongan baru untuk impian besar. Seolah terbayang 1-2 tahun lagi ketika Agus dan rekan-rekanya menjual Baby untuk pendidikan putra-putri mereka.

Didepan kami hanya ada seekor anak kambing. Namun ia adalah representasi sebuah usaha kami untuk membantu masyarakat, menurut mampu kami, memberdayakan diri mereka.

Semoga ...

(by Prasetyo)



Friday, June 13, 2008

Renungan "Sebuah Kesuksesan"

(by Hendro Wibowo)

Saudara…

Suatu hari,seorang anak berusia 7 tahun.Bermain bergembira sambil lompat kanan-kiri dan berlari-lari dipekarangan rumahnya. Didinding rumah bocah berkulit putih berambut pendek itu,ditumbuhi beberapa jenis tumbuhan. Dinding utara, ada tumbuhan pisang dan pohon jeruk.Sianak kemudian mendekati kedua pohon itu. Sambil memperhatikan dedaunan dan ranting cabang jeruk. Tiba-tiba sianak kecil tadi melihat pada salah satu daun pisang, terdapat 2 buah telur ulat yang telah menjadi kepompong siap untuk menjadi kupu-kupu…

Pada salah satu kepompong,dia memperhatikan, ada sebuah benda sedang berusaha dengan sangat keras untuk keluar dari lilitan telur tersebut. Beberapa saat kemudian dia amati,mucullah kepala dari telur itu. Dengan segenap tenaga yang dimiliki, benda dari kepompong terus bergerak, dia terus mencoba untuk keluar dari cengkraman telur itu.

Dengan menahan kesakitan, muncullah sayap sebelah kanannya. Sesaat kemudian,sayap sebelah kirinya juga muncul.Benda tersebut jatuh ketanah. Dan dalam sekejab dia bangun sambil mengepakkan sayapnya terbang menghiasi halaman rumah bocah 7 tahun itu. Bocah tersebut terdiam terpensona melihat kecantikan kupu-kupu itu.

Sementara telur yang satunya lagi pun,ada sebuah benda yang akan keluar dari balutan tubuhnya. Sang bocah memperhatikan, calon kupu-kupu itu berusaha dengan keras untuk keluar.Menahan kesakitan yang luar biasanya. Lelaki kecil berkulit putih ini, merasa kasihan dan iba terhadap calon kupu-kupu. Sehingga dia mengambil sebatang lidi,dengannya dia merobek balutan kepompong. Akhirnya sikupu-kupu dapat keluar dari lilitan yang ada ditubuhnya dan jatuh ketanah. Namun sayang, kupu- kupu ini hanya dapat berdiri namun tidak dapat terbang sebagaimana temannya yang lain…

Saudara Seperjuangan…

Demikian juga dengan kehidupan kita. Untuk mendapatkan kesuksesan, kita membutuhkan proses menuju kesana.”Tidak ada sukses yang instan”. Sekali lagi saya ulangi “tidak ada sukses yang instan”, yang ada hanyalah Mie Instan dan susu Instan…he…he…

Dewasa ini, banyak saudara kita memilih jalan alternative untuk menggapai impiannya. Mendatangi kuburan, mbah dukun, menyembah pohon, judi dan benda-benda tertentu. Contoh nyata, sebagaimana yang terjadi dengan saudara kita di Aceh. Rumah bantuan tsunami dari BRR di buat secepat mungkin untuk jadi. Dari luar kalau kita perhatikan,rumah nya sudah layak untuk ditempati. Tapi didalamnya terdapat kerusakan didinding, lantai dan platfonnya. Ini adalah ulah dari oknum kontraktor yang tak bertanggung jawab. Menginginkan rumah kilat, agar bisa mendapatkan proyek lainnya…


“No pain no gain”
Tanyakanlah kepada para achiver-achiver, apakah mereka mendapatkan impian dan cita-cita mereka dengan hanya berpangku tangan?apakah mereka meraihnya dengan santai dan manis..?

Tidak,,,sekali lagi tidak. K Ronald dan K lily, instruktur NAC system. Selama tiga tahun tinggal dirumah kontrakan berukuran 4x5 meter. Andrie Wongso pernah menjadi Kuli bangunan. Ali sakti researcher BI, pernah menjadi kuli beras untuk menghidupi keluarganya di Malaysia, tinggal bersama istri bahkan tidak beralaskan kasur. Mohamad Yunus, selama 27 tahun berjuang, menyisakan uang gajinya dari kampus untuk para pengrajin disekitar tempat tinggalnya. Cris Gradner, pernah tingal ditempat rumah panti dan bekerja selama 6 bulan tanpa digaji…


Masih banyak contoh kisah nyata dari para achiver yang membuktikan, bahwa keberhasilan dan kesuksesan tidak diperoleh dengan instan. Kesuksesan itu adalah sebuah proses yang harus dijalani dan dinikmati.